Asosiasi: Pembatasan Truk ODOL yang Parsial Picu Lonjakan Biaya Logistik
Erik S
Tribunnews.com
2025-11-21
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto mempertanyakan alasan kerusakan jalan yang dijadikan dasar pembatasan truk Over Dimension Overloading (ODOL).
Ia menilai klaim itu lemah dan belum terbukti secara teknis. Yang pasti, katanya, pembatasan mendadak akan menimbulkan lonjakan biaya logistik karena kapasitas angkutan turun dan jumlah perjalanan meningkat.
“Biaya transportasi memengaruhi harga sampai 40 persen. Efeknya bola salju: biaya naik, harga ikut naik," kata dia dalam pernyataannya dikutip, Kamis (20/11/2025).
Menurut dia, daerah seharusnya mengikuti kebijakan pusat yang menetapkan zero ODOL pada 2027.
Industri dengan rantai distribusi panjang—termasuk air minum dalam kemasan (AMDK)—disebut akan terkena dampak paling awal.
Kapasitas yang berkurang akan membuat biaya distribusi membengkak dan harga produk terdorong naik di seluruh tahapan, dari bahan baku hingga ritel.
“Yang rugi tetap masyarakat,” ujarnya.
Pakar transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Suripno mengkritik kebijakan Jabar terkait pembatasan ODOL pada tahun 2026.
Menurut dia, gubernur tidak memiliki otoritas melarang truk melintas di jalan nasional. Penegakan hukum pun bukan wewenang dinas perhubungan tanpa koordinasi kepolisian.
“Jalan nasional itu wewenang pusat. Gubernur tidak bisa seenaknya mengatur lalu lintas di sana.”
Wakil Ketua Umum MTI, Djoko Setijowarno, mengkritik langkah Jabar karena membuat kebijakan ODOL terfragmentasi. Transportasi logistik, tegasnya, tidak bisa diatur per daerah karena akan mengganggu arus barang nasional.
“Kalau kepala daerah bikin aturan sendiri, ya kacau," kata dia.
Zero ODOL 2027
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memastikan bahwa kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) akan efektif pada awal tahun 2027.
Kebijakan ini menjadi perhatian penting pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Sejumlah kementerian dan lembaga tengah berkoordinasi untuk memetakan dampak hingga konsekuensi dari penerapan aturan tersebut.
Kita semua sepakat bahwa kebijakan zero ODOL ini tidak bisa lagi ditunggu ataupun ditunda-tunda. Karena itu, dengan ikhtiar dan kerja keras kita semua, diharapkan tanggal 1 Januari 2027 kebijakan sudah berlaku efektif,” ucap AHY.
Truk over dimension and overloading (ODOL) harus diberantas atau ditertibkan karena dinilai merugikan banyak pihak. Selain mempercepat kerusakan jalan, mengganggu kelancaran lalu lintas, truk ODOL juga mengancam keselamatan pengguna jalan.
Sumber Berita :
https://www.tribunnews.com/bisnis/7757448/asosiasi-pembatasan-truk-odol-yang-parsial-picu-lonjakan-biaya-logistik.Berita Terbaru
Asosiasi: Pembatasan Truk ODOL yang Parsial Picu Lonjakan Biaya Logistik
2025-11-21
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto mempertanyakan alasan kerusakan jalan yang dijadikan dasar pembatasan truk Over Dimension Overloading (ODOL).Ia menilai klaim itu lemah dan belum terbukti secara teknis. Yang pasti, katanya, pembatasan mendadak akan menimbulkan lonjakan biaya logistik karena kapasitas angkutan turun dan jumlah perjalanan meningkat. “Biaya transportasi memengaruhi harga sampai 40 persen. Efeknya bola salju: biaya naik, harga ikut naik," kata dia dalam pernyataannya dikutip, Kamis (20/11/2025).Menurut dia, daerah seharusnya mengikuti kebijakan pusat yang menetapkan zero ODOL pada 2027.Industri dengan rantai distribusi panjang—termasuk air minum dalam kemasan (AMDK)—disebut akan terkena dampak paling awal.Kapasitas yang berkurang akan membuat biaya distribusi membengkak dan harga produk terdorong naik di seluruh tahapan, dari bahan baku hingga ritel. “Yang rugi tetap masyarakat,” ujarnya.Pakar transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Suripno mengkritik kebijakan Jabar terkait pembatasan ODOL pada tahun 2026.Menurut dia, gubernur tidak memiliki otoritas melarang truk melintas di jalan nasional. Penegakan hukum pun bukan wewenang dinas perhubungan tanpa koordinasi kepolisian. “Jalan nasional itu wewenang pusat. Gubernur tidak bisa seenaknya mengatur lalu lintas di sana.”Wakil Ketua Umum MTI, Djoko Setijowarno, mengkritik langkah Jabar karena membuat kebijakan ODOL terfragmentasi. Transportasi logistik, tegasnya, tidak bisa diatur per daerah karena akan mengganggu arus barang nasional.“Kalau kepala daerah bikin aturan sendiri, ya kacau," kata dia. Zero ODOL 2027Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memastikan bahwa kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) akan efektif pada awal tahun 2027.Kebijakan ini menjadi perhatian penting pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Sejumlah kementerian dan lembaga tengah berkoordinasi untuk memetakan dampak hingga konsekuensi dari penerapan aturan tersebut.Kita semua sepakat bahwa kebijakan zero ODOL ini tidak bisa lagi ditunggu ataupun ditunda-tunda. Karena itu, dengan ikhtiar dan kerja keras kita semua, diharapkan tanggal 1 Januari 2027 kebijakan sudah berlaku efektif,” ucap AHY.Truk over dimension and overloading (ODOL) harus diberantas atau ditertibkan karena dinilai merugikan banyak pihak. Selain mempercepat kerusakan jalan, mengganggu kelancaran lalu lintas, truk ODOL juga mengancam keselamatan pengguna jalan.
Asosiasi Logistik Prediksi Arus Barang Melonjak 20% saat Nataru
2025-11-20
Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memproyeksikan arus barang bersamaan dengan rantai pasok atau supply chain akan tumbuh 20% pada momentum Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru). Ketua Umum ALI Mahendra Rianto mengungkapkan bahwa pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dari momentum Ramadan dan Idulfitri, yang pertumbuhannya dapat mencapai hingga 40%. “Prediksi biasanya akan naik 20% month to month,” ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (20/11/2025). Mahendra menjelaskan, pertumbuhan tersebut terjadi selain efek Nataru, juga bersamaan dengan industri yang akan tutup buku. Untuk menjaga kelancaran arus barang, Mahendra mengimbau pemerintah agar tidak melakukan pembatasan kendaraan dalam waktu yang lama pada musim libur akhir tahun tersebut. Pada awal tahun ini, ALI memperkirakan sektor logistik dan pergudangan dapat tumbuh mencapai 7%. Namun, ternyata sektor tersebut tumbuh lebih tinggi. Tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pertumbuhan produk domestik bruto dari transportasi dan pergudangan sepanjang tahun ini sampai dengan kuartal III/2025 mencapai 8,71%. “Prediksinya dari ALI naik [lebih tinggi dari 7%]. Kuartal III/2025 itu pertumbuhan ekonomi juga lebih tinggi sedikit dibandingkan tahun lalu,” tambahnya. Pertumbuhan tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2025 sebesar 5,04% atau lebih tinggi dari kuartal III/2024 yang mencapai 4,95%. Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa kinerja sektor transportasi dan pergudangan bertahan tinggi, didorong tumbuhnya ekspor, industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan. “Semakin tinggi Indonesia tumbuh ekspornya, keperluan terhadap logistik pasti semakin tinggi sehingga kalau kita ingin meningkatkan daya saing ekspor, bagaimana meningkatkan efisiensi logistik kita,” ujarnya dalam malam penghargaan BILA 2025, Rabu (5/11/2025). Aktivitas yang terus meningkat tersebut berdampak pada kebutuhan angkutan logistik barang yang lebih tinggi pula. Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memprediksikan lapangan usaha transportasi dan pergudangan bakal menyumbang produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp1.500 triliun sepanjang 2025. Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memprediksikan lapangan usaha transportasi dan pergudangan bakal menyumbang produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp1.500 triliun sepanjang 2025. “Diproyeksikan bahwa hingga akhir 2025 sektor transportasi dan pergudangan menyumbang Rp1.500 triliun terhadap PDB, naik 9% dari tahun sebelumnya” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (14/11/2025). Hingga kuartal III/2025, lapangan usaha ini telah menyumbang Rp1.083,8 triliun terhadap PDB. Perinciannya, pada kuartal I/2025, menyumbang Rp344,8 triliun, kuartal II/2025 senilai Rp369,1 triliun, dan kuartal III/2025 mencapai Rp369,9 triliun. Artinya, lapangan usaha transportasi dan pergudangan perlu menyumbang setidaknya Rp416,2 triliun pada kuartal IV/2025 untuk mencapai target Rp1.500 triliun.
Asosiasi Logistik Sayangkan Aturan ODOL Jabar 2026, Harga Barang Dikhawatirkan Melonjak
2025-11-18
Warta Ekonomi, Jakarta - Rencana Pemprov Jawa Barat membatasi truk Over Dimension Overloading (ODOL) mulai Januari 2026 memantik kritik keras dari kalangan logistik dan pakar transportasi. Kebijakan yang dianggap mendahului pusat, serta dipersepsikan diskriminatif terhadap angkutan AMDK, dinilai bakal memicu multiplier effect yang membebani masyarakat.Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto, menyebut langkah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi “melompat terlalu jauh”, karena pemerintah pusat baru berencana menerapkan kebijakan serupa pada 2027. “Daerah seharusnya ikut pusat. Ini struktur kenegaraannya bagaimana?” ujarnya.Mahendra juga mempertanyakan alasan kerusakan jalan yang dijadikan dasar pembatasan ODOL. Ia menilai klaim itu lemah dan belum terbukti secara teknis. Yang pasti, katanya, pembatasan mendadak akan menimbulkan lonjakan biaya logistik karena kapasitas angkutan turun dan jumlah perjalanan meningkat. “Biaya transportasi memengaruhi harga sampai 40 persen. Efeknya bola salju: biaya naik, harga ikut naik.”Industri dengan rantai distribusi panjang—termasuk AMDK—dipastikan terkena dampak paling awal. Kapasitas yang berkurang akan membuat biaya distribusi membengkak dan harga produk terdorong naik di seluruh tahapan, dari bahan baku hingga ritel. “Yang rugi tetap masyarakat,” ujarnya.Pakar transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Suripno, menilai kebijakan Jabar juga cacat kewenangan. Gubernur, katanya, tidak memiliki otoritas melarang truk melintas di jalan nasional. Penegakan hukum pun bukan wewenang dinas perhubungan tanpa koordinasi kepolisian. “Jalan nasional itu wewenang pusat. Gubernur tidak bisa seenaknya mengatur lalu lintas di sana.”Wakil Ketua Umum MTI, Djoko Setijowarno, mengkritik langkah Jabar karena membuat kebijakan ODOL terfragmentasi. Transportasi logistik, tegasnya, tidak bisa diatur per daerah karena akan mengganggu arus barang nasional. “Kalau kepala daerah bikin aturan sendiri, ya kacau.”Menurut para pakar, kebijakan ODOL Jabar 2026 justru akan menambah kemacetan, membebani industri, menaikkan harga barang, dan akhirnya menekan ekonomi daerah. Masyarakat menjadi korban paling akhir dari kebijakan yang dinilai terburu-buru ini.
