ALI Optimistis Industri Rantai Pasok & Logistik Indonesia 2025, Masih Cerah
Ahmad Mabrori
Logistiknews.id
2025-01-23
LOGISTIKNEWS.ID- Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memprediksi, skenario moderat yang mungkin terjadi pada pertumbuhan bisnis Rantai Pasok dan Logistik di Indonesia tahun 2025, yakni diangka 7-10%.
Tahun 2025 juga akan menjadi momentum penting bagi industri rantai pasok dan logistik Indonesia. Bahkan trend pertumbuhan bisnis, inovasi teknologi saat ini juga akan mendorong sektor ini ke arah yang lebih maju.
Disisi lain, E-commerce dan sektor manufaktur masih menjadi penggerak utama, sementara potensi kawasan baru seperti IKN dan wilayah timur Indonesia menciptakan peluang yang menjanjikan, kemudian program program strategis pemerintah seperti hilirisasi komoditas sektor strategis dan Rantai Pasok dan Logistik Halal akan menjadi salah satu faktor pendorong industri rantai pasok dan logistik.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Riyanto, saat menjabarkan Outlook Rantai Pasok dan Logistik Indonesia 2025, yang dilaksanakan di Jakarta pada Kamis (23/1/2025).
Pada kesempatan itu, Mahendra di dampingi Ketua Dewan Pakar ALI Nofrisel, Pegiat E-Commerce Hadi Kuncoro, dan Pegiat Industri Fast Food Adithya Sari.
ALI berpandangan berdasarkan hasil analisis proyeksi perekonomian Indonesia yang akan tumbuh sebesar 5-5,1 (BPS 2025), serta proyeksi volume ekspor Indonesia sebesar 7,1 (Kementerian Perdagangan 2025) dan pertumbuhan sektor usaha transportasi dan pergudangan sebesar 9.11% ( BPS Q4 2024).
“Dalam teropong ALI, setiap perkembangan nilai perdagangan, maka terkandung pula perkembangan volume pergerakan barang nya. Sehingga ALI memprediksi, skenario yang mungkin terjadi adalah skenario moderat, yaitu pertumbuhan bisnis Rantai Pasok dan Logistik di Indonesia tahun 2025 diangka 7-10%,” ungkap Mahendra.
Menurutnya, dengan menerapkan langkah yang tepat, industri rantai pasok dan logistik di Indonesia akan terus menjadi motor penggerak ekonomi nasional dan memperkuat posisinya di pasar global.
Sebab, kata dia, Industri rantai pasok dan logistik (supply chain) memainkan peran strategis dalam mendukung roda perekonomian nasional. Sebagai tulang punggung rantai pasok, sektor ini menghubungkan produsen, distributor, dan konsumen di berbagai wilayah, baik domestik maupun internasional.
“Dalam konteks Indonesia, yang merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, logistik memegang peranan kunci dalam memastikan distribusi barang yang efisien dan merata di seluruh nusantara,” ujar Mahendra Riyanto.
Dia memaparkan, kontribusi sektor rantai pasok dan logistik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan signifikan.
Bahkan, imbuhnya, data menunjukkan bahwa sektor transportasi dan pergudangan, yang menjadi inti dari logistik, memberikan sumbangan sebesar 5-7% ( BPS 2024) terhadap total PDB. Potensi ini semakin besar dengan berkembangnya sektor e-commerce, yang diprediksi terus bertumbuh setiap tahunnya, mendorong permintaan akan jasa logistik yang lebih cepat dan efisien.
Selain itu, pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi logistik sebagai salah satu pilar penting dalam meningkatkan daya saing global. Bahkan, proyek infrastruktur berskala besar seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, dan bandara baru dirancang untuk memangkas biaya logistik yang saat ini masih tinggi, yakni mencapai 14,29% dari PDB – masih tinggi di atas rata-rata global yang berkisar 8-10%.
“Karenanya kami mendorong pembangunan infrastruktur pendukung konektivitas di pelabuhan, bandara dan antar wilayah yang terintegrasi serta medukung antar moda transportasi terjadi salah satu faktor utama dalam mendukung target penurunan biaya logistik 8% pada tahun 2045,” ucap Mahendra.
Daya Saing
Dia menambahkan, dengan peran strategis dan kontribusi yang besar ini, industri rantai pasok dan logistik di Indonesia tidak hanya menjadi penggerak ekonomi nasional, tetapi juga kunci untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Sebab, kata Mahendra, transformasi digital dan kolaborasi lintas sektor akan menjadi faktor penting dalam mendorong pertumbuhan berkelanjutan di tahun 2025 serta mendukung target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 % pada tahun 2028-2029.
ALI juga melihat bahwa dinamika perdagangan global yang terus berkembang membuat ketahanan rantai pasokan menjadi faktor penting dan menjadi perhatian serius.
Mahendra mengatakan, pasca pandemi, bisnis harus bersiap menghadapi gangguan dengan mengidentifikasi tantangan utama dan membangun strategi untuk menavigasi ketidakpastian.
Pengaruh Geopolitik
Menurutnya, lanskap geopolitik tetap menjadi faktor signifikan yang memengaruhi rantai pasokan global. Konflik Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung diperkirakan akan terus memengaruhi perdagangan, dengan sanksi terhadap Rusia kemungkinan akan tetap berlaku.
Belum ada gencatan senjata resmi yang dicapai dan negosiasi antara kedua belah pihak tersebut menghadapi kendala yang cukup besar. Sanksi akan terus menargetkan bahan-bahan yang diproduksi Rusia, seperti gas, bahan bakar, dan pasokan energi lainnya.
Sementara itu, kata Mahendra, meskipun Israel-Hamas telah melakukan gencatan senjata, wilayah Laut Merah terus mengalami ketidakstabilan, yang menyebabkan jalur pelayaran menghindari Terusan Suez.
Akibatnya, operator mempertahankan layanan yang dialihkan melalui Tanjung Harapan, praktik yang akan terus berlanjut di masa mendatang. Penyesuaian ini menambah waktu dan biaya pengiriman, tetapi tetap diperlukan mengingat masalah keamanan di wilayah tersebut.
“Karenanya, bisnis yang beroperasi secara internasional harus tetap waspada terhadap perkembangan geopolitik ini. Kemampuan untuk beradaptasi dengan gangguan dan menyesuaikan strategi untuk mengamankan rute alternatif sangat penting untuk menjaga integritas dan tingkat kepastian rantai pasokan dalam situasi yang tidak stabil ini,” papar Mahendra.
Hal lain yang mempengaruhi adalah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) meningkatkan kekhawatiran terhadap ketidakpastian ekonomi pada 2025. Salah satunya perang dagang antara AS dan China yang sempat memanas pula kala Trump memimpin 2017-2021.
Kecemasan ini diperkirakan bakal berlanjut pada tahun 2025 dengan adanya kebijakan proteksionis dan tarif perdagangan, yang akan diberlakukan Donald Trump dapat memiliki konsekuensi ekonomi di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Kemudian, prospek pajak yang lebih tinggi yang diberlakukan pada impor ke AS , mengkhawatirkan banyak pemimpin dunia karena kebijakan yang proteksionis itu akan membuat produk impor nya lebih mahal produk domestic AS.
“Bank Dunia mengproyeksikan kenaikan 10% atau lebih tarif AS atas impor dari setiap negara, akan mengurangi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2% dan juga ketidakseimbangan lalu lintas Barang yang akhirnya akan menyebabkan harga Ocean Freight melonjak,” ucap Mahendra.
Selain geopolitik, perubahan iklim terus menjadi tantangan bagi rantai pasokan, meskipun ada prediksi dampak yang lebih ringan pada tahun 2025 akibat pola cuaca La Niña.
Mahendra mengatakan, meningkatnya suhu global dan semakin seringnya kejadian cuaca ekstrem mengganggu rute transportasi, merusak infrastruktur, dan semakin seringnya kejadian cuaca ekstrem mengganggu rute transportasi, merusak infrastruktur, dan mengurangi ketersediaan bahan baku penting .
Guna memitigasi risiko ini, praktik berkelanjutan, seperti mengurangi emisi dan meningkatkan efisiensi energi, dapat lebih memperkuat ketahanan rantai pasokan.
Dengan mengadopsi inisiatif ramah lingkungan kepada industiri-industri, juga selaras dengan tuntutan regulasi yang semakin meningkat terkait tanggung jawab lingkungan.
“Langkah-langkah proaktif untuk mengatasi risiko terkait iklim tidak lagi menjadi pilihan. Perusahaan yang gagal beradaptasi, berisiko tertinggal dalam persaingan pasar global,” ujar Mahendra.
Supply Chain Risk Management
Risiko rantai pasok termasuk kategori risiko yang sering terjadi dan tentunya memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja perusahaan, oleh karena itu pengelolaan Supply Chain Risk Management sangat penting untuk diimplementasikan.
Pengelolaan risiko ini bertujuan untuk mengurangi dampak dan tingkat keterjadiaan untuk memastikan keberlangsungan usaha suatu perusahaan.
Untuk itu ALI berpandangan, bahwa digitalisasi dan Teknologi Transformasi digital menjadi pilar utama dalam pengembangan rantai pasok dan logstik global.
Teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan Big Data telah mengubah cara perusahaan logistik beroperasi. AI digunakan untuk memprediksi permintaan, mengoptimalkan rute pengiriman, dan meningkatkan manajemen inventory sehingga lebih akurat dan pasti.
IoT memungkinkan pemantauan real-time atas kondisi barang selama pengiriman, memastikan transparansi dan keamanan.
Big Data, di sisi lain, memberikan wawasan mendalam tentang pola konsumsi, membantu perusahaan menyesuaikan layanan sesuai kebutuhan pasar (Demand Creation).
“Otomatisasi juga menjadi faktor penting, dengan penggunaan teknologi seperti robotika di gudang untuk mempercepat proses penyortiran dan pengemasan barang. Inovasi ini meningkatkan efisiensi operasional, menekan biaya, dan mempercepat waktu pengiriman,” ucap Mahendra.
Regulasi
Ketua Dewan Pakar ALI, Nofrisel menambahkan, regulasi dan kebijakan Pemerintah merupakan salah satu tantangan besar di rantai pasok dan logstik Indonesia adalah kompleksitas regulasi dan kebijakan pemerintah.
“Kendala birokrasi, seperti proses perizinan yang lambat dan tumpang tindih antarinstansi, memperlambat operasional logistik. Selain itu, kebijakan perpajakan yang kurang fleksibel seringkali menjadi beban bagi pelaku usaha, terutama bagi UMKM yang ingin memanfaatkan layanan logistik modern,” ujar Nofrisel.
Dia menegaskan, Pemerintah memegang peran penting dalam menciptakan ekosistem logistik yang lebih kompetitif. Karenanya, simplifikasi regulasi, penerapan sistem digital untuk perizinan, dan harmonisasi kebijakan antarinstansi menjadi langkah penting yang harus dilakukan.
“Selain itu, peningkatan efisiensi dalam pemanfaatan infrastruktur logistik yang sudah ada, juga diperlukan untuk mendukung pengembangan industri ini,” ujar Nofrisel.[am]
Sumber Berita :
https://www.logistiknews.id/2025/01/23/ali-optimistis-industri-rantai-pasok-logistik-indonesia-2025-masih-cerah/Berita Terbaru
Strategi Kemendag Raih Target Biaya Logistik Turun jadi 12% pada 2029
2025-11-05
Liputan6.com, Jakarta - Rasio biaya logistik nasional ditargetkan turun menjadi 12% terhadap Produk Domestik Bruto pada 2029. Lalu biaya logistik nasional ditargetkan merosot menjadi 8%. Langkah ini sebagai upaya naikkan daya saing dan menekan harga produk lokal supaya lebih terjangkau di pasar domestik dan global.Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iqbal Shoffan Shofwan, seperti dikutip dari Antara, ditulis Rabu (5/11/2025).Ia menuturkan, efisiensi logistik menjadi salah satu kunci utama memperkuat struktur biaya produksi nasional.Saat ini, biaya logistik Indonesia masih berada di level 14,29% terhadap PDB, jauh lebih tinggi dibandingkan rasio di negara-negara maju yang berada pada kisaran 8–10%."Kami baru mau akan menargetkan dari 14,29% menjadi 12% di tahun 2029. Kemudian di 2045, kami baru mau akan (mengupayakan) menjadi 8%,” kata Iqbal Shoffan Shofwan.Ia menuturkan, penurunan bertahap hingga 8 persen pada 2045 tersebut juga akan diiringi dengan perbaikan infrastruktur, digitalisasi rantai pasok, dan sinergi antarinstansi.Iqbal menilai, tantangan utama Indonesia terletak pada karakteristik geografis sebagai negara kepulauan dan perbedaan tingkat penggunaan teknologi produksi dibandingkan negara pesaing, seperti Vietnam dan India."Salah satu tantangan pemasaran produk buatan Indonesia adalah affordable cost (harga yang terjangkau), karena berbicara harga yang terjangkau sangat kompleks, materialnya bagaimana, kemudian penggunaan teknologinya seperti apa, misalnya kita bandingkan dengan Vietnam, dengan India, itu kayaknya kita masih di bawah,” kata Iqbal.Langkah KemendagUntuk mencapai target efisiensi tersebut, Kemendag telah menempuh langkah-langkah konkret, salah satunya melalui penerapan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 92 Tahun 2020 tentang Perdagangan Antarpulau.Selain itu, pemerintah juga membangun digitalisasi sistem distribusi antarpulau yang memungkinkan pelaku usaha hanya melakukan satu kali input data untuk seluruh proses pengiriman barang, mulai dari manifes muatan hingga instruksi pengapalan."Setiap pelaku usaha itu cukup memasukkan satu input saja, kemudian itu bisa digunakan mulai dari masuk pelabuhan, (penerbitan) shipping instruction, dan segala macam. Jadi lebih efisien,” ujar Iqbal.Pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memastikan integrasi sistem transportasi darat dan laut, serta pengumpulan data muatan yang lebih detail dan akurat.“Kami menginginkan barang-barang yang dibawa, yang bergerak itu dari Sumatera ke Jawa misalnya, itu tidak hanya tercatat berat truknya berapa, tapi juga apa yang dibawa, jumlahnya berapa, dan ke mana (tujuan pengirimannya),” ujar dia.Pengusaha Buka-bukaan Penyebab Biaya Logistik Indonesia MahalSebelumnya, Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) membongkar sejumlah komponen yang membuat biaya logistik di Indonesia masih mahal. Beberapa komponen itu selalu dipungut dalam setiap lini rantai pasok domestik.Ketua Umum ALI Mahendra Rianto mengatakan, Indonesia sebagai negara kepulauan, seharusnya serius menggarap transportasi laut. Namun, kenyataannya, masih terlalu berfokus pada angkutan darat."Biaya logistik tadi sudah disampaikan, bahwa ternyata strukturnya adalah karena Indonesia kepulauan, maka biaya terbenar adalah transportasi 39-40 persen itu transportasi. Nah kalau mau kita efisiensikan Ayo kita bahas masalah transportasi ini mana yang paling efisien," ungkap Mahendra di Jakarta, dikutip Jumat (24/1/2025).Melihat dari pandangan rantai pasok, dari first mile hingga last mile, menjadi komponen biaya logistik. Misalnya, ketika produsen menyimpan bahan baku di pelabuhan usai pengiriman, ini menimbulkan biaya.Penyebab Lain Biaya Logistik Mahal"Kalau kita sebagai produsen keep raw material, di pelabuhan 3 hari, raw material itu kena biaya charge, storage charge, belum lagi demurage kalau itu breakbound kalau itu kontainer, belum lagi detention cost, itu menjadi bebannya importir," bebernya.Tak berhenti di situ, ada biaya lagi hasil produksi memerlukan ruang penyimpanan saat proses distribusi. Pada titik ini, produsen bahkan harus merogoh kocek kembali sekitar 8-10 persen untuk biaya yang disebut inventory carrying cost."Kemudian warehouse cost, penyimpanan raw material warehouse, sementara industri-industri sekarang meng-outsource warehouse sewa third party logistic, cost, distribution center, sewa gudang, cost. Yang terakhir biaya admin dan IT Itu sekitar 3-5 persen, itula persentase yang bisa kita lakukan," urainya.
Pemerintah Percepat Penurunan Biaya Logistik Untuk Daya Saing Nasional
2025-11-05
JAKARTA - Pemerintah menargetkan rasio biaya logistik nasional turun menjadi 12 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2029, dengan tujuan jangka panjang menurunkannya hingga 8 persen. Langkah ini diambil sebagai upaya meningkatkan daya saing produk dalam negeri sekaligus menekan harga agar lebih terjangkau di pasar domestik maupun internasional. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, menegaskan bahwa efisiensi logistik menjadi kunci utama dalam memperkuat struktur biaya produksi nasional. Saat ini, biaya logistik Indonesia masih tinggi, yaitu 14,29 persen terhadap PDB, jauh di atas negara maju yang rata-rata berada di 8–10 persen. Iqbal menambahkan bahwa tantangan utama berasal dari karakteristik geografis sebagai negara kepulauan dan perbedaan pemanfaatan teknologi produksi dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam dan India.Selain itu, pemerintah menekankan pentingnya affordable cost atau harga produk yang terjangkau, karena biaya produksi sangat dipengaruhi bahan baku, efisiensi proses, dan teknologi yang digunakan. “Kalau dibandingkan dengan Vietnam dan India, kita masih di bawah dalam hal efisiensi dan harga terjangkau,” ucap Iqbal. Penurunan biaya logistik ini juga menjadi fondasi bagi penguatan daya saing produk lokal sehingga mampu bersaing di pasar global, terutama untuk produk ekspor yang membutuhkan struktur biaya yang lebih kompetitif.Langkah Konkrit Kemendag Tingkatkan EfisiensiUntuk mencapai target efisiensi, Kemendag telah menerapkan beberapa langkah strategis, termasuk Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 92 Tahun 2020 tentang Perdagangan Antarpulau. Peraturan ini mendukung sistem distribusi logistik yang lebih efisien melalui digitalisasi, memungkinkan pelaku usaha cukup memasukkan satu kali input data untuk seluruh proses pengiriman barang. Sistem ini mencakup manifes muatan hingga instruksi pengapalan, sehingga mempercepat arus barang dari pelabuhan ke tujuan akhir.Selain itu, Kemendag berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk memastikan integrasi transportasi darat dan laut serta pengumpulan data muatan yang lebih akurat. Dengan integrasi ini, barang yang bergerak dari Sumatera ke Jawa misalnya, dapat tercatat lengkap mulai dari jenis barang, jumlah, hingga tujuan pengiriman. Iqbal menekankan bahwa efisiensi tidak hanya soal biaya tetapi juga kecepatan dan akurasi distribusi, sehingga seluruh rantai pasok nasional menjadi lebih kompetitif.Komponen Biaya Logistik Masih TinggiAsosiasi Logistik Indonesia (ALI) mengungkap sejumlah faktor yang membuat biaya logistik di Indonesia tinggi. Ketua Umum ALI, Mahendra Rianto, menjelaskan bahwa biaya transportasi masih mendominasi, terutama karena fokus angkutan darat belum optimal untuk negara kepulauan. Transportasi darat memakan 39–40 persen dari total biaya logistik, sehingga perlu evaluasi efisiensi transportasi laut dan interkoneksi antar pulau.Selain transportasi, komponen first mile hingga last mile turut memengaruhi biaya, termasuk biaya penyimpanan bahan baku di pelabuhan setelah pengiriman. Proses ini menimbulkan biaya tambahan yang cukup besar bagi produsen, dan menjadi salah satu faktor utama tingginya biaya logistik nasional. Mahendra menekankan bahwa penurunan biaya logistik tidak hanya berdampak pada harga barang, tetapi juga mendukung kelancaran ekspor-impor dan daya saing nasional.Tantangan Lain dalam Rantai PasokBiaya lain yang ikut membebani logistik adalah inventory carrying cost atau biaya penyimpanan barang selama distribusi, yang bisa mencapai 8–10 persen dari nilai produk. Warehouse cost atau biaya gudang juga memakan porsi signifikan, meskipun banyak industri kini memilih menyewa pihak ketiga sebagai third party logistic. Selain itu, biaya administrasi dan IT menyumbang sekitar 3–5 persen.Menurut Iqbal, kombinasi perbaikan infrastruktur, digitalisasi rantai pasok, dan sinergi antarinstansi menjadi strategi utama untuk menurunkan biaya logistik secara bertahap hingga 12 persen pada 2029, kemudian 8 persen pada 2045. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya menekan harga produk, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan profesionalisme pelaku usaha, mendukung perekonomian nasional, serta mendorong Indonesia menjadi negara dengan logistik yang kompetitif di level global.
Pengusaha Logistik: Cek Fisik Jalur Hijau Bea Cukai Tak Efektif Kerek Penerimaan
2025-10-05
Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai langkah cek fisik jalur hijau oleh Bea Cukai di pelabuhan bukanlah cara yang efektif untuk menambah pundi-pundi kas negara melalui penerimaan negara dari kepabeanan. Ketua Umum ALI Mahendra Rianto memandang bahwa meningkatkan penerimaan negara melalui penegakan hukum dapat dilakukan dengan menambah jumlah mesin pemindai kontainer. Dengan alat pemindai canggih yang lebih banyak, arus kontainer yang diperiksa otomatis akan lebih banyak dan mempercepat waktu tunggu barang (dwelling time). “Sudah bukan zamannya lagi periksa fisik. Alat-alat canggih sekarang sudah banyak. Cuma kan banyak alasan, apakah rusak, ataukah jumlahnya cuma sedikit [alatnya]. ” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Minggu (5/10/2025). Untuk diketahui, jalur hijau merujuk pada sistem pelayanan serta pengawasan dengan tidak melakukan pemeriksaan fisik terhadap pengeluaran barang impor. Namun, pemeriksaan tetap dilakukan melalui penilaian dokumen dan penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Jalur hijau ditujukan untuk importir dengan risiko sedang yang mengimpor barang dengan risiko rendah, serta importir dengan risiko rendah yang mengimpor barang dengan risiko rendah atau sedang. Mahendra menganalogikan, kapal-kapal yang membawa kontainer sama halnya dengan seseorang yang akan membayar di supermarket. Apabila konter yang tersedia banyak untuk melakukan pembayaran dan memindai harga, tak akan ada antrean panjang.Mahendra menyayangkan kebijakan pemerintah yang berubah-ubah. Terlebih, kesiapan pemeriksaan terhadap jalur hijau—di samping jalur merah yang juga wajib dicek fisik—belum tentu memadai dan dikhawatirkan menimbulkan antrean, serta memperpanjang dwelling time.Mengutip situs resmi Indonesia National Single Window (INSW), dwelling time di pelabuhan-pelabuhan Indonesia rata-rata selama 2,47 hari berdasarkan data per Agustus 2025. Untuk itu, Mahendra meminta agar pemerintah tidak mengambil kebijakan yang berlawanan dengan yang sudah dilakukan sebelumnya. Cukup dengan menambah dan memperbanyak alat pindai canggih di seluruh pelabuhan. “Penambahan PNBP itu sederhana, tambah saja alat pemeriksaan yang modern, yang bisa mendeteksi apapun yang ada di dalam kontainer. Sama kayak di pelabuhan udara [bandara]” tambahnya. Sementara saat ini, pelabuhan-pelabuhan di Indonesia telah menggunakan sistem Hi-Co Scan. Mengutip laman resmi Kementerian Perhubungan, teknologi ini memungkinkan pemeriksaan dan pemindaian barang yang lebih cepat dan akurat sehingga diharapkan dapat mengurangi waktu antrean dan meningkatkan produktivitas di pelabuhan. Selain itu, data yang dihasilkan oleh sistem ini juga dapat mendukung perencanaan dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Sebelumnya, wacana pemeriksaan fisik jalur hijau terlontar dari Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Harapannya, penegakan hukum dan kepatuhan di bidang kepabeanan dapat membantu penerimaan negara yang ditargetkan lebih tinggi tahun depan. "Jalur ini biasanya enggak diperiksa. Sekarang kita randomize sehari berapa biji, 10 atau lebih, dites random, jadi enggak bisa main-main lagi," jelasnya. Dirinya juga memastikan hal tersebut tidak akan mengganggu dwelling time maupun kelancaran bongkar muat barang di pelabuhan. Purbaya malah mencurigai importir yang mengkritisi rencananya tersebut. "Makanya saya random sampel, enggak akan terus-terusan banyak. Mereka ketakutan nyembunyiin apa tuh?" kata Purbaya sambil tertawa.
