Perusahaan Logistik Ogah Dijadikan Kambing Hitam Lolosnya Barang Impor Ilegal

Kintan Pandu Jati

rm.id

2024-08-19

RM.id Rakyat Merdeka - Pengusaha meminta tidak perusahaan logistik tidak dikambinghitamkan sebagai biang kerok maraknya peredaran barang impor ilegal di Tanah Air.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menegaskan, perusahaan logistik hanya perpanjangan tangan dari penerima barang.

Bila barang yang masuk ke Indonesia sudah tiba di darat atau saat lolos dari bea cukai, maka status barang tersebut sudah tidak bisa lagi disebut ilegal.

"Siapa pun di negeri ini ketika dia tidak terlibat dalam pengurusan pelabuhan kepabeanannya, maka dia tidak bisa dibilang ilegal karena kita tak tahu barang ini darimana. Yang mengetahui adalah yang melalui kepabeanan. Siapa yang mengurus? Perusahaan yang ditunjuk. Kalau tidak terlibat dalam rangkaian itu dan barang ada di gudang, perusahaan tidak bisa dipersalahkan secara langsung," kata Mahendra, di Jakarta, Senin (19/8/2024).

Dia mengingatkan, pengelola gudang juga tidak bisa disalahkan sebelum melakukan investigasi secara menyeluruh.

"Tapi kalau sebagai forwarder, dan ada izin forwarder dan melakukan custom clearance istilahnya ya terhadap barang tersebut dan ternyata barang tersebut termasuk sebagai barang yang diatur tata niaganya dan melakukan pembenaran, maka salah dia. Gampang sekali dicek," ungkapnya.

Menurutnya, jika ada perusahaan logistik yang dinyatakan bersalah, Pemerintah bisa langsung mencabut izin perusahaan mereka.

Ia meminta agar Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan melihat persoalan impor barang ilegal ini secara luas dan menyeluruh.

Sementara, Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron menilai, tidak perlu menuduh perusahan logistik terkait temuan barang impor ilegal ini.

"Silahkan saja dibuktikan melalui pembuktian satgas mafia impor. Jadi jangan sekedar menuduh, jadikan praduga tak bersalah sebagai basis," ujarnya.

Menurut Herman, menuduh perusahaan logistik sebagai pelaku peredaran barang impor, justru bisa merusak sistem perekonomian nasional.

Sikap Satgas yang tidak memeriksa para importir dan perbatasan yang dikelola oleh Bea Cukai sejak awal juga mengundang tanya Herman.

Sebab, menurutnya, satu-satunya ujung tombak masuknya barang impor ilegal ke Indonesia berada di perbatasan.

"Semua seharusnya ada di border. Harus ada pemeriksaan terhadap para importir. Saran ke Kemendag adalah tidak perlu ada tuduhan, silahkan kalau indikasi buktikan dan beri sanksi kalau ada bukti," jelasnya.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha (LKPU) dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Ditha Wiradiputra juga meminta perusahaan logistik tidak dikambinghitamkan saat tidak berhasil memberantas peredaran barang impor ilegal di Tanah Air.

Bila memang ingin menyelesaikan persoalan barang impor ilegal yang masuk ke pasar Indonesia, lanjutnya, seharusnya pemerintah mengambil tindakan yang jelas dan tegas.

Misalnya, bila perusahaan logistik dianggap mencurigakan, maka aparat seharusnya menyasar pintu masuk barang-barang ilegal ini yang umumnya dimulai dari pelabuhan atau penerbangan.

"Kalau logistik kenapa nggak tunjuk pelabuhan? Kan dari sana. Kenapa nggak ke industri penerbangan? Kan kargo-kargo itu masuk dari sana semua," ujarnya.

Dosen, Peneliti dan Youtuber Criminal Law Department dari Universitas Gadjah Mada Muhammad Fatahillah Akbar menambahkan, perusahaan logistik adalah korban.

Sebab, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 Tentang Kepabeanan menyebutkan, setiap aktivitas impor harus tunduk pada aturan kepabeanan.

Selain itu, bila perusahaan logistik hanya bertindak sebagai perusahaan 4PL (Fourth Party Logistics / logistik pihak keempat) atau yang sering dikenal sebagai akselerator bisnis logistik digital, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan tidak memiliki kesalahan jika telah melakukan prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Jika perusahaan pengimpor barang melakukan pemalsuan dokumen atau pencatatan palsu, maka perusahaan tersebut seharusnya tidak dapat bertanggungjawab," kata Akbar.

Ia mengingatkan Satgas impor, jika perusahaan logistik sudah melakukan impor sesuai prosedur, namun perusahaan pengimpor ternyata tidak mengikuti prosedur, maka perusahaan logistik memenuhi error facti atau kesesatan fakta.

"Dalam hukum pidana dikenal, Afwezigheid van alle schuld (Avas) atau tidak ada kesalahan sama sekali merupakan alasan penghapus pidana yang mana pelaku telah cukup berusaha untuk tidak melakukan delik. Sehingga perusahaan logistik sebagai pengirim saja tidak dapat bertanggung jawab jika ditemukan penyelundupan. Pihak pengirim dan penerima juga harus dapat bertanggungjawab," katanya.

Sebelumnya, Satgas impor mulai mendalami peran perusahaan jasa logistik dalam negeri yang ikut terseret dalam jaringan mafia barang selundupan.

Dari hasil sidak kasus impor barang ilegal di kawasan Kapuk Kamal Raya, Penjaringan, Jakarta Utara, Warga Negara Asing (WNA) menyewa gudang kepada perusahaan logistik hingga menjual barang ilegal itu secara online.

 


Sumber Berita :
https://rm.id/baca-berita/ekonomi-bisnis/232317/perusahaan-logistik-ogah-dijadikan-kambing-hitam-lolosnya-barang-impor-ilegal